Peran Literasi Sejak Dini Terhadap Atensi Anak

  • Bagikan

MERAUKE,ARAFURA,-Aulia Aniz Syabily, S.Pd., CHt.,CP.NNLP, mahasiswa Magister Psikologi UGM dan juga Literacy Enthusiast mengemukakan bahwa pendidikan dan pengasuhan yang diterima anak sejak lahir hingga usia enam tahun memiliki efek signifikan terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan potensi pembelajarannya di masa depan. Pengembangan anak usia dini (PAUD) adalah konsep luas yang meliputi berbagai layanan, seperti pendidikan usia dini pra-sekolah dasar, pendidikan pengasuhan untuk orang tua, dan pendekatan lain untuk memperbaiki peluang anak usia dini mendapatkan pembelajaran. PAUD idealnya bersifat holistik dan terintegrasi dengan semua sektor untuk memastikan anak menerima dukungan penting berkaitan dengan Kesehatan juga Pendidikan di fase golden age masa awal kehidupannya.

Namun faktanya,sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa 42% anak-anak setidaknya memiliki waktu berinteraksi dengan gadget lebih dari 30 jam/minggu. Sungguh angka yang sangat signifikan dan menimbulkan efek yang serius, salah satunya gangguan atensi/ gangguan perhatian dan biasa disebut kurangnya fokus.

Atensi yang baik menjadi salah satu kunci suksesnya anak-anak di usia sekolah kelak. Salah satu indikator anak itu kognitifnya baik adalah memiliki kemampuan atensi yang baik. Namun pada faktanya dalam membentuk atensi yang baik tidak harus menunggu anak masuk usia sekolah. Tetapi bisa dibentuk sedini mungkin dengan beberapa pembiasaan positif yang dapat meningkatkan atensi anak. Pada keseharian dalam proses mendampingi anak-anak bertumbuh. Terkadang ada tantangan dan hal-hal lain yang membuat orang tua merasa kesulitan dengan respon ataupun umpan balik yang diberikan oleh anak.

Banyak terjadi saat ini anak-anak yang rentang fokusnya minim bahkan sangat rendah. Contoh pertama, Ketika anak-anak diajak berbicara atau saat kita menyampaikan sesuatu, dia lebih memilih pergi ataupun memperhatikan hal lain, dan saat dikonfirmasi tentang apa yang kita sampaikan, ternyata dia tidak mendengar bahkan ada yang tidak mengerti, dikarenakan atensi atau fokus mereka bukan kepada apa yang kita sampaikan. Melainkan pada hal-hal lain yang menjadi distraksi mereka.

Contoh kedua, anak-anak sering membuat suasana bermain jadi tak terkondisikan karena mudah bosan dengan mainan yang sebenarnya baru sebentar dia mainkan, sehingga yang terjadi anak akan berganti/berpindah ke mainan yang lain dengan kasus yang sama dan berdampak pada berantakannya lingkungan bermain mereka, biasanya kalau sudah berantakan, anak akan lelah dan ergi dari tempat tersebut. Nah, contoh-contoh sebelumnya itu dinamakan atensi yang rendah atau fokus rendah.

Padahal berlatih fokus atau meningkatkan atensi sejak dini merupakan salah satu kebiasaan baik yang patut ditanamkan.
Melatih fokus anak untuk memiliki atensi yang baik bisa melalui membangun kebiasaan literasi. Sekarang kita coba mengenal istilah yang satu ini, yakni Literasi, dan saat ini sudah mulai booming Gerakan Literasi. Jadi, sebenernya literasi ini apa sih? Jadi literasi itu bukan cara mengajarkan calistung pada anak ya, melainkan bagaimana membangun fondasi agar anak kelak siap belajar membaca, menulis, serta dapat mengomunikasikan sesuatu yang dia rasakan atau yang terjadi padanya terhadap orang lain misal orang tuanya.

Karena anak bukan hanya dilatih dapat bicara namun juga dapat berkomunikasi. Kegiatan literasi yang dapat diterapkan di rumah seperti reading aloud atau membacakan dengan nyaring buku kepada anak, tentu saja ini bukan hanya sekali di lakukan atau sesempatnya para orang tua, melainkan disempatkan bahkan dijadwalkan bila perlu agar anak mengerti bahwa momen membaca menjadi hal yang mengasyikkan dan diprioritaskan oleh orang tua sebagai quality time bersama anak-anak mereka. Selain membaca nyaring, menjawab pertanyaan anak dengan jelas serta memberikan visualisasi atau penjelasan yang lebih detail akan menambah pula kosa kata anak dalam otaknya, serta membantu menghubungkan banyak sel-sel otak anak sehingga anak akan banyak belajar dari apa yang dibacakan orang tuanya, penjelasan dari pertanyaannya dengan jelas dan bahkan menumbuhkan rasa ingin tahu (curiousity) yang tinggi, yang berdampak pada dorongan belajar yang terus terpupuk.
Seorang penelitu Bernama Pyle dalam penelitiannya menjelaskan terkait praktik literasi untuk anak dengan adanya ketersediaan sumber bacaan maupun tulisan dalam lingkungan bermainnya dapat diintegrasikan dengan media bermain melalui kegiatan bercerita, menggambar, dan bermain peran dapat mendukung anak dalam meningkatkan pengalaman literasi anak secara konkret.

Hal ini sependapat pula dengan hasil penelitian Elliot dan Oliff(2008:552) bahwa pentingnya menciptakan kegiatan yang berkaitan denganpengalaman literasi anak usia dini semua domain perkembangan anak pada aspek fisik, sosial emosional, dan kognitif dengan cara yang menyenangkan dapat meningkatkan keterampilan literasi anak prasekolah.

Beberapa tips penenanaman kebiasaan literasi dalam keluarga menurut Stephen R.Covey, seperti Teknik MOM:
1.Modelling, Bagaimanapun orang tua sebagai role model anak, dan anak merupakan peniru yang baik, sehingga jika kita menginginkan anak enjoy dan senang terhadap kegiatan literasi, sebagai awalan berilah contoh yang sejalan dengan keinginan kita terhadap anak. Seperti seringlah membaca buku atau koran di hadapan anak. Karena anak belajar melalui melihat sebagaimana pepatah Children see children do, anak melihat dan melakukan.
2.Organizing, mengorganisasi lingkungan sesuai yang kita inginkan agar tujuan tercapai. Seperti menyediakan buku-buku anak yang menarik, menyediakan raknya yang mudah untuk anak akses secara mandiri serta menyediakan permainan edukatif lainnya.
3.Mentoring, merupakan kemampuan kita sebagai orang tua dalam menjalin hubungan dan membangun bounding pada anak. Karena semakin baik hubungan kita terhadap anak, maka semakin baik pula komunikasi serta semakin berpengaruh ajakan kita kepadanya.
Sebagaimana disebutkan dari 3 tips penanaman literasi diatas dapat diterapkan sedikit demi sedikit pada keluarga kita. Dan sebaliknya, hal-hal yang dapat mengganggu atau menghambat penanaman literasi dini pada anak diminimalisir, seperti berinteraksi dengan gadget.

Karena terlalu berlebihan menggunakan gadget pada anak, dapat memicu tumbuhnya sikap arogansi, dan mudah tantrum, selain itu dapat mengganggu atensi dan perkembangan otak pada anak. Oleh karena itu, WHO menganjurkan untuk anak usia di bawah usia 2 tahun tidak diperkenankan berinteraksi dengan gadget. Meskipun 40% orang tua mengaku dalam sebuah survey memberikan gadget pada anak guna memudahkan mereka dalam melakukan aktivitas harian.(iis)

  • Bagikan